Minggu, 14 Juni 2009

Perempuan di setiap jaman memiliki kekhasannya masing-masing. Semakin lama peran perempuan semakin mengalami peningkatan yang signifikan. Perempuan saat jaman Siti Khadijah, ataupun jaman R.A Kartini tentunya berbeda dengan jaman sekarang. Dahulu ketika jaman penjajahan Belanda dan Jepang peran perempuan terasa terbelunggu. Hal tersebut dikarenakan kondisi dan budaya saat itu yang tidak memperkenankan perempuan untuk berada di luar rumah. Perempuan haruslah tetap berada di rumah untuk mengurus keluarga dan anak-anak. Ia tidak diperbolehkan beraktivitas di luar rumah. Hingga akhirnya pelopor perempuan Indonesia Raden Ajeng Kartini yang mengusung emansipasi perempuan. Penyerataan peran perempuan di segala sektor kehidupan. Sejak itulah peran perempuan di sektor publik mulai mendapat perhatian. Perempuan tidak diidentikkan dengan pekerjaan rumah tangga. Mereka dapat mengaktualisasikan dirinya dengan kegiatan di luar rumah.

Meskipun perempuan memiliki peranan yang berbeda-beda dalam masyarakat. Akhirnya semuanya itu bermuara pada satu titik yaitu sebagai pendidik bagi generasi unggul dan perempuan pula inilah yang berperan penting membimbing anak-anaknya menjadi generasi rabbani, yaitu generasi yang beriman, mencintai Allah, mengasihi Muslim.

Di zaman Rasulullah kita mengenal Ummu Abdi binti Wadud, ibunda Abdullah ibnu Mas’ud, salah satu sahabat Rasulullah SAW. Di mata Abdullah, sang ibu bukan sekadar orang yang menunggunya pulang ke rumah, tapi juga sebagai teman diskusi sekaligus penasehat. Tak heran jika Abdullah kemudian tumbuh menjadi pemuda cerdas dan berperan sebagai salah satu ujung tombak Islam pada masanya.
Ya, manusia terkadang lupa dengan biusan sang detik, tetapi tidak dengan Beasiswa Percikan Iman, sang detik tak mampu membiusnya. Beasiswa Percikan Iman yang telah memasuki usianya yang kelima, meninggalkan kenangan yang tak akan mampu dihilangkan oleh biusan sang detik. Kini di saat-saat terakhir, sang detik lelah untuk membius, kini ia mencoba merangkai detik yang lain, menjadi seuntai waktu, yang memberikan makna dan keindahan bagi siapapun yang mengingatnya, termasuk anda.
Kaki ini telah mantap melangkah namun kadang terseok oleh batu cobaan yang berdiri di hadapan. Hati ini telah kuat berazam, tapi bila ujian itu semakin berat, ada rasa lelah menerpa, hingga tujuan akhir itu nampak bias di pandangan. Sejuta nasihat terkadang tak mampu melembutkan hati yang telah tertutupi debu-debu rutinitas duniawi. Majelis Taklim kini hanya menjadi aktivitas pengisi waktu luang. Tausiah pun menjadi sebatas ucapan yang tak mampu meresap ke dalam hati.

Mungkin inilah saatnya kita beristirahat sejenak dari rutinitas yang biasa kita lakukan. mari kita lakukan aktifitas yang mampu menghidupkan kembali cahaya di dalam hati. Aktifitas ini biasa kita sebut Silaturahim. Kini kami ajak anda bersilaturahim menemui orang-orang yang 'tak biasa'. Mereka tak biasa karena mereka tak pernah berhenti melangkah dan berhenti berbuat.

Mereka bukanlah Ustad atau ustadzah, buka para ulama atau mubaligh. Tapi mereka manusia biasa yang hadir di tengah-tengah kita sebagai manusia pilihan allah SWT. Mereka terpilih karena merekalah yang terbaik menurut Allah SWT. Mereka istimewa karena hanya merekalah yang mampu menjalaninya. Inilah mereka dengan segala kisah dan hikmah hidup, agar cahaya hati kita tak semakin redup.